Putusan MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden Jadi Bahan Revisi UU Pemilu

03-01-2025 / KOMISI II
Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan. Foto : Istimewa/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Keputusan ini tertuang dalam putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024, yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang MK.

 

Menanggapi putusan MK tersebut, Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan, menyatakan bahwa putusan itu akan menjadi bahan evaluasi DPR untuk merevisi UU Pemilu. Namun, Komisi II harus mempelajari isi putusan tersebut secara mendalam terlebih dahulu.

 

"Nanti perlu kita pelajari lagi secara lengkap putusannya. Putusan MK kan kasus konkret, Bang. Jadi ini bagus sebagai bahan evaluasi dan penyusunan UU Pemilu ke depan," ujar Wawan, sapaan akrab Ahmad Irawan, kepada wartawan, Jumat (3/1/2025).

 

Menurutnya, putusan MK ini merupakan angin segar bagi demokrasi Indonesia. Selama ini, UU Pemilu membatasi pencalonan hanya untuk partai politik yang memiliki kursi minimal 20 persen di parlemen atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

 

"Pendapat saya, putusan MK tersebut bagi kami sebagai pembentuk undang-undang sama saja dengan berbagai putusan MK sebelumnya, yang harus kami hormati karena sifatnya yang bersifat final dan mengikat (final and binding)," lanjut Wawan.

 

Meski demikian, ia memberikan catatan terkait konsistensi MK dalam menangani ketentuan presidential threshold. Sebab, setelah 33 kali pengujian, MK akhirnya mengubah pendiriannya.

 

"Belum tentu yang diputuskan oleh MK dalam proses pengajuan undang-undang itu merupakan suatu kebenaran konstitusional. Sejarah dan waktu yang akan mengujinya," ucap politisi Fraksi Partai Golkar ini.

 

Wawan menilai ada dua alasan pokok yang melandasi putusan MK tersebut sehingga permohonan dikabulkan. Pertama, terbatasnya alternatif pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ditawarkan. Kedua, secara faktual dalam beberapa pemilihan presiden terdapat nominasi beberapa partai politik dalam pengusulan pasangan calon, yang membatasi pilihan pemilih.

 

Dengan adanya putusan ini, revisi UU Pemilu diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang lebih inklusif dan memperluas peluang bagi calon presiden dan wakil presiden di masa mendatang. (bia/aha)

BERITA TERKAIT
Legislator Ingatkan Pemda Tak Gunakan Kenaikan Pajak untuk Dongkrak PAD
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Deddy Sitorus menegaskan komitmennya dalam mengawasi kebijakan pemerintah daerah (pemda) yang berdampak...
Pemberhentian Kepala Daerah Ada Mekanisme yang Sudah Diatur Undang-Undang
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong menjelaskan bahwa untuk memberhentikan Kepala daerah sama dengan pengangkatannya,...
Situasi Pati Telah Kondusif, Saatnya Energi Pemda Fokus untuk Pembangunan
15-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Polemik yang terjadi di Pati mulai mereda, khususnya usai pembatalan kenaikan PBB dan permohonan maaf dari Bupati...
Belajar dari Kasus di Pati, Jangan Ada Jarak Kepala Daerah dan Rakyatnya
14-08-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menilai kasus yang terjadi di Pati, Jawa Tengah antara kepala...